Bahwa perempuan lebih sering khatam
menempuh perjalanan cinta seperti itu. Diamnya emas. Kehormatannya semakin
mengagumkan dengan tanpa kata-kata dalam jatuh cinta. Ia sadar, bahwa segala
cinta harus bersandar pada-Nya. Ia sadar, mencintai ialah tentang mengikhlaskan
bagaimanapun gembiranya, atau bahkan perihnya. Hidup bersama ataupun tidak pada
akhirnya, tak pernah menyurutkan tekadnya untuk terus berikhtiar yang diimbangi
dengan doa.
Perempuan dan perasaan ialah manusia
dan darah. Tak terpisahkan. Mengalir, memberi kehidupan. Bahwa perasaanlah yang
membuat perempuan menjadi lebih hidup pada kehidupannya. Bahwa perasaan membuat
perempuan mengerti arti ketulusan, kelembutan, hingga kenyamanan.
Perempuan dengan diamnya ialah pohon
besar di tengah tanah lapang. Tak pernah bersuara, selalu tangguh dengan
caranya. Namun rimbunnya menenangkan. Ia menyejukkan. Ada yang mungkin tak kamu
ketahui, ialah akarnya yang jauh membumi, bahkan lebih panjang dibandingkan
tingginya yang menjulang ke angkasa. Siapa yang tahu kalau ternyata perasaan
seorang perempuan jauh lebih dalam dari apa-apa yang lelaki pikirkan. Lelaki
selalu tertinggal beberapa langkah di belakang untuk masalah seperti ini,
sedang perempuan telah berada jauh di depan bahkan telah hampir selesai dengan
urusannya.
Perempuan pada perasaannya selalu
yakin pada setiap harapan yang telah ia bangun. Walau seringkali tak mampu
diterima oleh logika, hitungan matematika, atau konsep sebab akibat. Namun
perempuan mampu melewatinya. Walaupun gagal, kadang tak menemui ujungnya, tak
sampai pada tujuannya, namun keyakinannya akan satu hal membuatnya jauh lebih
berharga dari hasil itu sendiri.
Mereka berproses, dan mereka telah
menemui hasil masing-masing dari proses yang telah dilakukan.
Pada akhirnya...
Bagaimana jika pada akhirnya kamu
bertemu perempuan yang tak peka bersinggungan dengan lelaki yang terlalu
berharap?
Untuk lelaki yang terlalu berharap,
benarkah pada akhirnya ia jadi lelaki perasa?
-Ikrom Mustofa-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar