Jujur,
sejak jatuh cinta melandaku, aku jadi berubah. Jatuh cinta yang melemahkan
sekaligus menguatkan. Dua kata kerja yang berseberangan bahkan bisa disatukan
oleh frase bernama jatuh cinta.
Aku
mencintaimu, sungguh. Apa yang indah dari jatuh cinta kepadamu? Adalah ketika
senyummu menyetujui perihal perasaanku yang akan bebas bertengger di
semenanjung dadamu. Kemudian kamu yang memperbolehkan hati ini berteman dekat
dengan hatimu. Indah bukan?
Tanpamu
apalah arti keberadaanku. Aku tahu, ini berlebihan. namun sekali lagi
kusampaikan. Begitulah rasanya. Pahit yang terasa madu, getir yang candu,
bahkan aku merasakan letih yang selalu mau lagi dan lagi. Jatuh cinta padamu membuatku
bekerja dua kali pada satu aktivitas yang kulakukan. Pertama untuk benar-benar
mengerjakan, kedua untuk memastikan kembali bahwa ini akan terlihat baik di
matamu. Benarkah?
Benarkah
jatuh cinta hampir selalu keluar dari jalur-jalur keserasian. Aku tak pernah
selalu membenarkan. Namun ini terjadi pada kronologi jatuh cinta yang kualami.
Ia benar-benar anomali yang menyesakkan. Berseberangan dari indeks kebahagiaan.
Bahkan suatu ketika aku pernah berada pada kondisi paling ragu untuk meyakinkan
benarkah ini jatuh cinta atau luka belaka. Namun sampai pada pertahananku yang
semakin dalam, aku yakini bahwa ini cinta. Ini jatuh cinta. Bukan ia yang
salah, hanya terkadang aku kurang sabar menapaki pendakian-pendakian ini.
Pada
satu kondisi, jatuh cinta menjadikanku paling khawatir. Jika aku terpisah
darimu, maka aku juga akan terpisah dari diriku. Aku bukan siapa-siapa tanpa
dirimu. Pada kondisi lain, aku hanya ingin serius mencintaimu, bukan
mengkhawatirkanmu berlebihan. Sebab mengkhawatirkanmu ialah masa sulit pada
hari-hari yang juga makin pelik. Namun sayangnya jatuh cinta dan kekhawatiran
mirip sekali dengan dua sisi mata uang. Aku mencintaimu, berarti aku siap untuk
mengkhawatirkanmu.
Aku
bukan siapa-siapa tanpa dirimu. Jika pada akhirnya kita tak bersama, jujur, aku
belum menyusun satu siasatpun untuk melanjutkan kehidupan ini. Jika pada
akhirnya kita harus berpisah untuk kebaikan-kebaikan, aku mencoba ikhlas. Namun
sekali lagi, aku belum tahu harus ke mana, dengan siapa yang lain, dan apa-apa
yang harus kulakukan.
Ada
hampa di sana. Yang kurasakan, jatuh cinta telah membuatku menemukan cara
melawan hampa. Ia mungkin tak jujur pada kata-kata, namun jatuh cinta selalu
hidup pada bahasa tubuh yang sering mendadak salah tingkah, pandangan mata yang
tiba-tiba jadi pemalu, dan hati yang selalu bergemuruh tak menentu.
-Dalam Sketsa-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar