Kita jauh pada pertemuan garis lurus bianglala
Sudah
beberapa bulan sejak pertama kepindahanku ke negeri ini. Negeri yang
mengingatkanku pada bianglala pusat kota. Kincir angin di antara bunga-bunga
yang lagi-lagi mengingatkanku pada bianglala. Jauh. Pandangan dua anak manusia
yang tak lagi bertemu langsung. Tak lagi menjumpai senyummu pada dunia nyata.
Kita hanya terkumpul dan bebas bercengkrama dalam ranah maya.
Seperti
bianglala, kita terpisah pada pertemuan garis lurusnya. Aku pada ruanganku di
salah satu ujung, dan kamu tengah berada di ruang lain dalam ujung yang
berbeda. Kita mungkin saling memandang dari kejauhan. Menatap langit
kalau-kalau dapat dipantulkan tatapan itu menuju ke matamu.
Bagiku,
ribuan kilometer sejujurnya tak mampu memisahkan dua makhluk pada perasaannya
masing-masing. Jarak sesungguhnya jadi semacam candu untuk menumbuhkan perasaan
yang lebih hebat lagi.
Jarak yang kita cipta adalah
bianglala dengan ruang-ruang rindu aneka warna
Bagaimanapun,
aku bersyukur atas jauh yang menumbuhkan rindu ini. Berbeda waktu denganmu,
berbeda musim, dan banyak lagi hal-hal berbeda dari dua tempat terjauh di muka
bumi ini.
Walaupun
aku tak pernah tahu banyak, kuharap kamu juga ikut mendekatkan jarak-jarak jauh
ini lewat doa. Seperti bianglala dengan garis lurusnya dari ujung ke ujung.
Seperti bianglala pada perputaran sendunya. Mereka terikat, selalu konsisten
dengan rotasinya, namun tak berupaya keluar dari apa-apa yang telah menjadi
jalurnya. Kuharap kita juga begitu. Aku, kamu, dan bianglala itu sendiri.
-Ikrom
Mustofa-
Izin share kak
BalasHapus