Kalau kamu masih mau membaca tulisan paling khawatir ini, aku akan sangat bersyukur. Tak terlalu butuh komentarmu, belas kasihanmu kembali, atau bahkan keinginanmu untuk membersamaiku lagi. Bukan itu, bukan itu semua yang ku mau dari sajak demi sajak ini. Aku hanya butuh kamu tahu setelah sekian lama kita tak ada interaksi.
Tendensi? Ah, aku kini tak begitu peduli pada siapapun kamu menyandarkan bahu, yang jelas aku hanya ingin mengingat kuat bahwa kita pernah saling mengharapkan. Konspirasi? Tak ada. Siapa yang mau ikut dalam skenario yang tak dibuat-buat ini? Tidak ada, kecuali kalau mereka mau ikut kecewa, atau bahkan ikut marah, marah pada diri sendiri kenapa ketegasan tak begitu berarti pada luka di dalam cinta.
Aku tahu, bahkan aku masih ada di alam sadar ketika kata demi kata ini tercipta. Ini memang hal yang paling tak konsisten. Bila kamu bilang ini tak bertanggung jawab, aku terima. Jika kamu mengatakan bahwa aku tengah menelan ludah sendiri, silakan. Aku tak peduli. Namun aku hanya menyampaikan semuanya. Semoga ini waktunya.
Beberapa tahun lalu, ketika pergi adalah keputusan yang sudah bulat bagiku. Jujur, aku bukan pada keputusanku sendiri waktu itu. Jangankan meninggalkanmu, merelakanmu bersama orang lain aku tak pernah berpikir sejauh itu. Aku gamang pada kehendak banyak orang. Lalu? Ah, rasanya banyak sekali alasan-alasan yang hendak ku sampaikan pada ranah berirama degup jantung ini. Namun jika kamu berkenan, aku hanya ingin menyampaikan satu hal tentang perasaan yang tak pernah hilang, ia ada, dan makin besar, dan itu untukmu.
Waktu itu pasti kamu marah. Menganggapku lelaki yang tak menghargai perasaan. Bagaimana tidak, ketika sedang tinggi-tingginya harapan itu muncul, ketika mimpi sama-sama dibangun, aku pergi seketika. Dan waktu itu aku mengatakan bahwa bersama ialah hal yang tak mungkin lagi. Aku tahu, kamu terluka, dan luka hati berkepanjangan. Dan aku tahu, aku pecundang waktu itu. Dua hal yang menyakitkan ialah caraku pergi dan tentang hancurnya perasaanmu.
Hari ini, semua terasa berbeda. Setelah sekian lama, ternyata aku sadar bahwa harus ada penyelesaian dari ini semua. Kamu tahu, hidupku tak begitu tenang, apalagi selepas kepergian kita satu sama lain yang meninggalkan banyak kecewa. Aku tak mengharapkan firasat-firasat baik yang kemudian mendekatkan bahkan menyatukan, aku hanya hendak menjelaskan peristiwa silam, bahwa ia adalah rekaan mereka yang tak berkenan pada hubungan kita.
Iya aku tahu, aku lemah waktu itu. Berkilah bagiku tak mungkin, bahkan pergiku begitu pecundang. Aku bahkan berupaya menghentikan segala caramu menghubungiku. Padahal hatiku melawan, namun perasaanku bungkam.
Selepas kepergianmu, aku ingin bertemu. Kita saling menjelaskan bisu, menerangkan banyak hal. Kita tak sebaiknya menggantungkan perasaan, ada baiknya segera kita selesaikan.
Selepas kepergianmu, aku ingin bertemu. Aku sadar, pasti sudah ada caramu menyembuhkan luka beberapa waktu silam. Walaupun mungkin masih membekas. Memar pada perasaan tak pernah benar-benar mudah hilang warnanya, ia ungu, memang tidak berdarah, namun selalu menyisakan luka di dalam. Semoga hadirku kini bukan menambah beban lukamu, semoga ini menyembuhkan.
Selepas kepergianmu, aku ingin bertemu. Ya, aku hanya ingin bertemu. Barang beberapa menit saja. Aku tak butuh lama, sebab ia menyiksa. Kenangan tentangmu di masa lalu semakin menguat lewat jumpa yang berlama-lama. Aku ikhlas kamu dengan siapapun. Aku hanya ingin kita menyelesaikan semuanya lewat kebaikan-kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar