Hari ini, kita dihadapkan pada ramadhan yang rindunya sampai
sanubari
Tepat pada rintik terakhir di bulan Juni, kenangan membasuh
hati
Juga pada puluhan tahun lalu ketika pancasila lahir untuk
Negeri
Semuanya saling bagi-membagi
Tiada sanggah selain rindu yang hakiki dan tak harus menepi
Juga ramadhan
Kami menyebutnya rindu yang tak pernah terabaikan
Walau sebagian kami seolah-olah menjadi alim beriman
Sering hanya bajunya yang berlabel kopyah dan sarungan
Hatinya tetap mati suri oleh sarkasnya zaman
Juga Bulan Juni
Aku berkali-kali berterima kasih pada Eyang Sapardi
Hari ini Aku mengartikan puisimu kembali
Lewat makna setengah windu menjadi murid meteorologi
Setelah puluhan makna kutemukan sebelum ini
Hujanmu kini, memaknai rindu yang begitu cepat datang namun
enggan untuk pergi
Memaksa kenangan kembali, menghidupi mereka yang rindunya
setengah mati
Juga Pancasila
Bolehkah aku mengadukan semuanya
Rindu anak bangsa pada Pancasila
namun ternodai oleh proyek dakwah semaunya
Aku masih muda, tak pernah tahu bagaimana sulitnya
menemukanmu dalam riwayat luka
Merangkai maknamu dalam indahnya kerukunan beragama
Tak ada cela, walau luka namun sama-sama, walau selisih kata
namun damai juga
Ramadhan, Hujan Bulan Juni, dan Pancasila untuk Negeri
Dan hanya satu mauku kini
Rindu padamu yang tak terbagi (lagi)
Bogor, 5 Juni 2016 (29 Sya’ban 1437 H)
-Ikrom Mustofa-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar