Perbandingan apa yang
membuat kita begitu yakin bahwa pada waktu-waktu tertentu diam selalu lebih
baik daripada berbicara. Diammu emas, begitu kata kebanyakan orang. Lalu pada
situasi seperti apa kita merasa lebih baik angkat bicara? Apakah ketika semua
orang tak mau lagi saling mendengarkan, menghargai pendapat. Kemudian kita
berbicara, tak banyak, namun lagi-lagi tak didengar. Apakah kata-kata yang
harus sampai di otak setiap pendengar selalu berbanding lurus dengan kedudukan,
kekayaan, atau nama. Mereka masih terlalu sibuk merangkai kata, kemudian
menjatuhkan yang lain. Mereka masih terus berbicara, tak mau dipotong, apalagi
disela.
Kita. Kita masih berada
di tanah yang sama, bahkan kalau kamu ingat, kita diberkahi cara kemerdekaan
yang sama pula. Tapi mengapa perbedaan itu begitu jelas, hingga tak ada lagi santun-menyantuni.
Adakah cinta yang bebas memilih untuk menjadi lebih penting dari sebuah status?
Tidak. Mereka terlalu ramah di luar, namun sebenarnya lebih tajam dari sembilu.
Haruskah strata menjadi syarat utama lahirnya sebuah cinta diantara dua anak
manusia.
Kamu diam. Aku juga
diam. Benarkah ini karena ketidakadilan yang membuat kita lebih mudah berputus
asa pada janji. Lewat kesederhanaan harusnya kita mampu berjalan bersama-sama.
Tanpa perlu mempertimbangkan banyak hal, apalagi soal kasta. Biarlah mereka
terus berbicara tanpa henti, mungkin akan ada saat-saat dimana mereka akan
mengakui kesalahan, mampu memaafkan, dan saling mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar