Pada kejujuran, ialah sebuah kesaksian yang harus
diutarakan. Kenapa kamu berubah, kenapa harus saling berjauhan. Toh sebelumnya
tak ada ungkapan cinta atau perasaan darimu, terlebih pula dariku. Pada
penantian, apakah penantian selalu membagi kisah-kisah menjadi cerita yang tak
pernah hilang. Kita mungkin pernah bercerita, aku mengisahkanmu tentang langit
biru tanpa awan, dan kamu berkisah tentang bunga, harumnya, warnanya. Aku
bercerita tentang tulisanku yang hampir selesai, dan kamu bercerita tentang
kamu dan buku barumu.
Apakah ini berlebihan? Aku memang tak pernah mampu
menjadi Oksigen yang berhasil merasuki tubuhmu hingga ke sel terkecil
sekalipun. Aku hanya menulis, membagikan pengalaman ketika aku berusaha tegar
pada tegasnya kehidupan. Aku hanya menulis, sesekali mungkin tentangmu, namun
tak lebih dari sekedar kekaguman teman pada temannya sendiri. Aku hanya
menulis, dan belum mampu menerka hatimu satu persatu. Apakah kamu tersinggung,
atau kamu menaruh harapan?
Pada dedaunan, sejujurnya aku ingin marah. Kenapa
kalian biarkan dia gugur. Kenapa kalian mengabaikan jatuhnya, tak pernahkah
kalian berjanji bersama-sama di tangkai, lalu jatuh bersamaan, atau menghijau
seutuhnya. Apakah aku sedemikian tak peka bak daun hijau pada guguran daun yang
tak lagi subur. Berarti aku harus marah pada diriku sendiri.
Pada perhatianmu, terima kasih. Bahwa waktu dan
menepati janji ialah dua hal yang akan selalu ada, mungkin tertunda, atau
terlupa, namun akan ada saat-saat mengingat dan mengulangi. Kita mungkin
berhasil membohongi diri sendiri, menahan sakit rasanya menjauh dari apa adanya
atau menepi dari yang biasanya. Tapi aku, kamu, dia, dan kita semua. Setiap
manusia punya hati. Jujur, kamu pasti menangis. Sedang aku?
Rasa, itu yang kamu maksud. Andai aku mahir membaca
pikiranmu sejak pertama kita bertemu, tentu aku akan lebih berhati-hati pada
hari-hari, terutama padamu. Jika perhatian yang kamu maksud, yang mana? Aku
hanya berusaha berbuat baik. Bukankah kita sama-sama tahu soal ini. Kalau
tentang aku? kedepannya aku akan berusaha apa adanya.
Baiklah kita sama-sama menjauh. Katanya ini yang
kamu inginkan. Lewat sajak bisu yang mungkin tak sampai di tanganmu ini aku
menuliskannya. Kita menjauh, namun hanya hati-hati kita yang saling berjauhan.
Biarlah rasa itu tetap ada, namun peliharalah ia pada penantian yang katanya
kamu tunggu-tunggu, semakin dinanti semakin menumbuhkan mimpi-mimpi baru.
Maafkan bila tuturku tak selandai kalimat-kalimat ini, maafkan bila hari-hariku
membuatmu khawatir berlebihan, membuatmu ragu melangkah, hingga membuatmu
berubah. Biarlah, terkadang saling menjauh ialah saling menyelamatkan hati.
Nah kalo yang ini namanya curhat.. *ngangguk ngangguk
BalasHapus