Tepat hari kesepuluh di tahun 2014, namun baru tulisan
pertama yang sanggup tercoretkan pada media yang satu ini. Tulisan terakhir
berkisah tentang banyak hal di tahun 2013, berkisah tentang kesan, pengalaman
yang tak terlupakan, dan yang hampir terlupakan di tahun lalu. Lalu ini? Kalau
menurutku tulisan ini bukan resolusi, bukan harapan di tahun ini. Kata orang,
mimpi perlu dituliskan, namun menurutku, sudah berani bermimpi saja, sudah
lebih dari sekedar menulis. Lalu? Kita hanya perlu melampiaskannya pada
media-media diam, salah satunya tulisan. Namun itu bukan satu-satunya, selalu
banyak cara untuk menempelkan mimpi pada dinding-dinding media.
Aku? Tulisan ini? Dan hari ini? Aku bukanlah bagian dari
orang-orang yang hobi menyuarakan mimpi-mimpi itu, tepatnya aku lebih senang
merangkumnya dalam hati, cukup dalam hati. Yang terwujud, ya itu mimpiku. Yang
belum terwujud, biarlah Aku, Tuhan, dan hatiku saja yang tahu. Simpel, namun
konsisten. Tulisan ini juga bagian dari mimpi bulan Januari. Dan hari ini
menurutku adalah salah satu keberkahan mimpi-mimpi itu.
Tempo hari aku membeli buku “serial cinta” karangan Anis
Matta. Katanya cinta itu tak terdefinisi, namun tulisan-tulisanku sebelumnya,
aku selalu berusaha membahasakan cinta. Cinta yang berbahasa, kadang kukaitkan
dengan banyak logika, dengan analogi sastra, bahkan aku sempat meramunya dalam
banyak cara. Dan hari ini? Hari ini bagian dari cinta, cinta-Nya pada semua
ciptaan dan penjagaan-Nya yang tersalurkan lewat cinta bunda pada anaknya,
cinta Raja pada Rakyatnya, cinta pagi pada mentari, dan senja pada bedug-bedug
surau. Cinta yang mutualisme, selalu apa adanya, dan tampil mewakili keadaan.
Ah, tak ada habisnya menuliskan pepatah cinta.
Tahun ini aku kembali menulis, kembali berkicau lewat diamnya
tulisan. Tidak muluk-muluk, karena aku terkadang gagap berbicara, grogi
menyuarakan kata, bahkan aku harus berlatih berulang kali di depan cermin untuk
memastikan dan menumbuhkan rasa percaya diri berbicara di depan publik. Tahun
ini aku juga kembali merangkai mimpi itu, menyoret sebanyak mungkin warna,
terlepas dari sifatnya apakah itu primer, sekunder, ataupun tersier. Intinya
baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Tahun ini, ya tahun dengan usia yang sudah memasuki dua
dekade, dengan bayang-bayang tingkat akhir masa perkuliahan, dengan
pencapaian yang belum cukup memuaskan, namun tetap dengan hati yang masih
sendiri. Usia menurutku lurus beraturan, tak pernah memaksa waktu untuk
mempercepat atau memperlambat, sekalipun ia sesak, hampa, bahkan tersiksa.
Tingkat akhir bukan masalah bagiku, masa depan yang lebih menjanjikan ataupun
memerlukan banyak pengorbanan ialah sebuah kejutan dalam kehidupan, intinya
jalani dan syukuri. Pencapaian ialah sebuah kesempatan, setiap kita dengan
kesempatan yang sama, yang membedakan ialah cara menemui kesempatan itu. Lalu
tentang hati, ah, sudah berulang kali aku mengungkapkan tentang rasa yang harus
segera dibebaskan, namun sampai saat ini rasa itu masih terkungkung. Lagi-lagi
diam.
Tahun ini, dengan mimpi, tetap dengan mimpi-mimpi itu.
Bogor, 10-01-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar