Kalau ada yang tanya sejak kapan aku menyukai traveling?
Maka jawabannya adalah sejak aku mulai mengenal banyak hal tentang Negeri ini.
Sungguh merupakan anugerah ketika dilahirkan di Negeri beribu pulau, beratus
budaya, bahasa, bahkan dengan ikon biodiversitasnya. Seorang Claudia Kaunang
dalam bukunya yang berkisah tentang traveling membuat sebuah ungkapan,
kira-kira begini bunyinya, “Pergilah melihat dunia karena dengan itulah kita
baru bisa mensyukuri negeri sendiri!”. Nah, awalnya aku acuh saja dengan
lingkungan sekitar, namun setelah menyempatkan diri berkeliling ria dengan
berbagai kesempatan, barulah potensi untuk lebih menghargai kearifan lokal itu
semakin meningkat. Mencintai hal baru itu mungkin indah, namun mengambil pelajaran
dari hal lama itu jauh lebih indah.
Sejak masuk kuliah, hobi traveling ku semakin menjadi saja.
Mulai dari ikut berbagai kegiatan yang notabenenya harus keluar wilayah Bogor,
ikutan konferensi ke Luar Negeri, atau sekedar jalan-jalan dengan sesama penikmat
traveling. Tidak ada ruginya, karena apapun tujuannya, di manapun destinasinya,
pasti akan selalu melahirkan banyak hal baru, kesan baru, kejutan, dan
pelajaran. Tentu saja banyak hal yang ku dapat dari ber-traveling, mulai dari
pengalaman yang tak terlupakan, barang-barang aneh sampai yang istimewa, hingga
teman-teman baru yang berasal dari bermacam-macam daerah bahkan hingga berbagai
Negara.
“Link-think-sink”.
Wanna be a true traveller? Don’t worry, there are so many
advantages. Faktanya, menjadi penikmat perjalanan itu sangat menguntungkan.
Ketika kita tersadar bahwa ‘link’ itu adalah suatu keharusan. Relasi menjadi
lebih terekspansi salah satunya ketika kita mampu menjelajahi banyak daerah,
mengenal budaya, adat, dan kebiasaan daerah yang kita kunjungi, bahkan suatu
kesempatan emas apabila kita mampu berkomunikasi baik dengan warga asli daerah
tersebut. Ini adalah suatu upaya untuk menempatkan diri kita sesuai keadaan dan
menjadikan kita lebih arif menyikapi keberadaan. Karena sikap menghargai terkadang
lahir oleh beberapa perbedaan yang mengistimewakan masing-masing peran.
“Think Globally, Act Locally”. Begitu kira-kira sebuah quote
yang sering didengung-dengungkan banyak orang. Nah, berfikir global salah
satunya didapat dengan melakukan sebuah rihlah (red. Perjalanan). Banyak
pengalaman di luar sana yang membuat kita berfikir lebih banyak. Inilah saatnya
mengeksplor buah fikiran kita untuk kemajuan negeri ini. Artinya, perjalanan
kita tiada sia-sia bukan?
Kalo ‘sink’ itu secara harfiah artinya menenggelamkan. Nah,
maksudnya di sini adalah bagaimana kita menenggelamkan ego dan sifat sombong
dalam diri ketika melakukan perjalanan. Coba deh rasain sendiri, ketika kita
melakukan perjalanan panjang, seperti mendaki gunung, beramai-ramai mengunjungi
pulau, atau sekedar ikut studi keluar untuk beberapa waktu lamanya,
perlahan-lahan rasa ego itu terkikis, bahkan sama sekali tak terlihat. Ini
disebabkan oleh kesamaan nasib yang membuat segalanya harus dikerjakan
bersama-sama. Secara tidak langsung ini mengajarkan kita arti kebersamaan dan
prinsip toleransi dengan sesama.
Hmm, itu tadi beberapa kesempatan emas bagi kita yang masih
menyempatkan diri menjadi penikmat perjalanan.
Aku sendiri begitu menikmati perjalanan. Apapun alat
transportasinya dan kemanapun tujuannya. Banyak hal baru yang bisa dipelajari
lewat perjalanan. Aku mempraktikkan sholat jama’ qasar ketika safar (red.
Perjalanan), menjadi penikmat senja di atas awan, terkadang larut dalam euforia
perjalanan di balik kaca bus, sering pula cemas gak ketulungan ketika berada di
dalam pesawat, hingga beberapa kali menikmati surya terbenam di atas kapal dan
di negeri orang.
Intinya ikhtiar, karena hakikat manusia itu berusaha dan
melakukan yang terbaik.
Intinya tawwakal, karena Allah SWT adalah pencipta skenario
maha hebat.
Bismillahi tawwakaltu ‘alallah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar