Tadi malam hujan, dan itu cukup deras. sejenak membuatku bisu. Aku yang terbiasa bersumbang lagu (lagu apapun itu) di balik helm saat berkendara, atau bahkan aku sering melafalkan percakapan bahasa asing sambil sesekali memainkan gerakan tangan, atau terkadang “murajaah”, namun malam itu hening, aku menyebutnya bisu.
Ah, hujan begitu indah untuk ku lewatkan, sesekali aku memainkan rintiknya, menangkap butiran, atau sekedar menengadahkan muka untuk ikut berebut dengan kanopi yang semakin liar saja.
Tak hanya aku yang memainkan kesan saat itu, hujan juga tak kalah riuh.
Ia berbagi irama dengan halilintar namun tetap setia menunggu hadirnya pelangi,
Ia tak pernah memilih muara, namun sejatinya memberi makna pada suasana
Ia mungkin tak pernah menyalahkan angin, membenci awan, atas terusiknya keadaan
Sebab setiap butiran ialah harapan yang ternantikan.
Semoga ini bagian dari kebisuan penghamba
Bisu namun tetap menantikan rahmatNya.
*ku dedikasikan untuk sesiapa penikmat hujan, sebab menikmatinya lebih hangat dari secangkir kopi, lebih sejuk dari pasang perbani. benar, sejatinya setiap butiran perlu disyukuri, sebab ia bagian dari hidup ini.
Bogor, 30 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar