Kisah ini tidak bermaksud lebih, apalagi untuk menggurui atau apapun itu, ini ku tulis untuk sekedar berbagi. Semoga tidak melebih-lebihkan, mengurangi, dan harapannya semoga dapat bermanfaat.
Kegiatan kuliah, organisasi, atau kegiatan kampus lainnya terkadang secara tidak sadar menyita waktu untuk mengerjakan aktivitas lain. alhasil, waktu makan tiga kali sehari pun kadang tersita bahkan untuk sebuah kegiatan rutinitas sholat tepat waktu terkadang sulit untuk dilakukan. Tidak usah jauh-jauh, aku sendiri mengalaminya, terkadang untuk urusan sholat saja harus menunggu jadwal kuliah selesai atau menunda hingga praktikum kelar.
Akhirnya, dapatlah waktu untuk dapat sholat berjamaah di masjid ketika maghrib atau subuh tiba, dan beberapa waktu lain ketika aku sedang tidak ada jadwal ngampus. Namun bukan ini yang hendak aku ceritakan. Bermula dari seorang remaja yang mungkin usianya masih di bawahku, selalu saja ku temui ia di masjid saat waktu sholat tiba. Ketika maghrib tiba, ia sudah ada di sana. Ketika subuh juga begitu, bahkan ketika waktu sholat lain seperti zuhur atau ashar yang sesekali saja aku ikut sholat di sana, selalu ku temui sosok remaja itu. Hingga akhirnya ku simpulkan ia selalu sholat berjamaah di sana.
Awalnya biasa-biasa saja memang, namun yang membuatku tertarik adalah ia begitu istiqamah menjalani sholat jamaah di masjid untuk ukuran remaja seusianya, di lingkungan yang seperti itu, bahkan dengan keadaannya yang begitu memprihatinkan. Begitu keras perjuangannya untuk turut menyempurnakan maghrib, isya, atau sholat-sholat yang lain dengan berbagai imam di sana. Ketika aku melihat ia harus tetap berdiri saat sholat dengan begitu tegarnya karena porsi tinggi badan dan berat badannya yang tidak seimbang. Ia begitu kurus, maaf, mungkin lebih kurus dari yang anda kira. Hingga untuk berdiri saja ia harus membungkuk sedikit, bahkan untuk sujud saja, ia tak sanggup lagi menghempaskan kedua tangannya sempurna di atas sajadah, jemarinya tak mampu lagi tengadah lurus. Yang membuatku semakin trenyuh ketika mengajak bersalaman, ia bahkan tak mampu berjabat erat, namun aku begitu kagum oleh kebiasaannya di akhir sholat, ia begitu antusias dengan makmum di samping kanan kirinya, ia akan langsung bersalaman, mencium tangan jamaah yang lebih tua. Subhanallah.
Awalnya aku mengira ia remaja putus sekolah, sebab keadaan fisiknya yang tidak memungkinkan, namun lagi-lagi dugaanku salah. Setelah kali berikutnya aku dapat berbincang-bincang dengannya lepas sholat yang akhirnya ku ketahui namanya adalah Rizki. Ternyata ia adalah siswa SMK di daerah Ciomas, lebih jauh jaraknya dari kampusku, dan untuk ke sekolah, ia harus mengendarai motor setiap harinya. Namun sekali lagi, ia masih tetap konsisten untuk tetap sholat berjamaah di masjid tersebut hampir setiap waktu. Bahkan suatu ketika hujan deras, waktu itu aku sedang berada di masjid, ku kira ia tidak akan datang, namun menjelang iqamah, muncullah ia dengan tergesa-gesa dan dengan baju yang sudah hampir basah kuyup. Subhanallah, hebat sekali, fikirku.
Ia yang masih remaja, masa peralihan, namun tetap rindu dengan masjid di tengah lingkungan remaja Bogor yang sudah anda ketahui seperti apa. Sejenak berkaca akan diri sendiri yang terkadang mengeluh karena beban aktivitas, bukankah ia jauh lebih sibuk karena harus membantu orang tua setiap harinya, mengendarai motor begitu jauhnya, berjuang dengan badannya yang ringkih, namun tetap istiqamah sholat tepat waktu.
Mungkin Rizki tidak hanya itu, masih banyak Rizki-Rizki yang lain yang mungkin saja sarat inspirasi. Semoga saja kita dapat mengambil pelajaran dari mereka, sebab inspirasi terkadang lahir di sekeliling kita, bahkan terkadang inspirasi itu adalah diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar