Apa salahnya andai aku hanya sanggup melihat awan lalu aku
bercerita lugas tentangnya? Apakah harus berkutat dengan keraguan untuk sekedar
berbagi kisah tentang apa yang ada dalam hasrat. Mungkin hanya awan, mungkin
hanya tali putri yang sanggup ku bagikan, atau hanya sekedar anthurium yang
sejak dulu belum mampu ku beli dengan rupiah. Aku yakin, negeri ini juga
menghargai sosok penulis dalam diam, tanpa harus mengaitkan dengan tarif
retribusi akan obyek sastra manapun. Negeri ini juga cinta damai, hingga tanpa
segan setiap penulis kawakan maupun amatiran menggoreskan kata demi kata dengan
obyek para wakil rakyat itu tanpa ketakutan sedikitpun. Lalu apa yang hendak
kamu khawatirkan? Lampu hijau sudah sejak lama bersinar untuk merakit asa-asamu
dalam menulis.
Ah, mungkin waktu, ya aku tahu waktumu tidak hanya untuk
menulis. Mungkin sebagian besar waktumu telah tergadaikan oleh pekerjaan yang
sudah jelas-jelas menghasilkan rupiah daripada sekedar menulis tanpa luaran
yang diharapkan. Engkau agaknya telah termakan virus idealis. Sikap “instan itu
menyenangkan” telah merasuk sempurna ke dalam bagian hidupmu, hingga untuk
sekedar menulis saja engkau masih harus mengabaikkan bahkan melupakan tanpa
pernah kenal lagi. Padahal ia (tulisan) akan berkisah banyak hal hingga ia
masih sanggup bercerita tanpa celah saat memori otakmu tak sanggup lagi
mengingatnya.
Aku, hari ini tepat sekali untuk meluangkan waktu merangkum
siangku dalam sebuah tulisan. aku tak merasa sibuk, mungkin yang perlu engkau
tahu, aku hanya mahasiswa semester tiga di sebuah kampus Negeri di Kota Hujan
yang juga berkutat pada dunia kuliah. Kegiatan di luar mungkin tak sepadat para
pemilik negeri ini, namun aku belum mampu tidur siang karena berbagai
kegiatanku ini. hmm, namun sungguh, sejauh ini aku masih sempat meluangkan
waktu untuk sekedar menulis, bahkan aku lebih menyukainya dari pada sebuah
diskusi yang pada akhirnya melahirkan debat kusir yang sama sekali tak aku
inginkan.
Siang ini, di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta, sesaat
sebelum keberangkatanku menuju bumi lancang kuning, Riau, aku masih
menyempatkan diri menulis. Tempat seperti ini mungkin lebih mengundang mood
untuk bercurah sajak daripada sekedar berdiam dalam angan. Sebab, diam
terkadang lupa, dan lupa itu hal yang sangat merugikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar