Kekuatan kata, terkadang tersirat dalam untaian kalimat. Di dalamnya,
dapat kita temukan sebuah epik yang membuat kita bersemangat akan suatu hal. Suatu
ketika aku membaca mahakarya milik seorang novelis kenamaan syeikh “Taufiqurrahman
el azizy”, maka aku menemukan kekuatan kata-kata itu melalui surat yang ditulis
Zulaikha kepada inangnya, berisi akan keluh kesahnya dan problema cintanya
selama menjalani Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa kecil. Seorang novelis yang
juga mengarang trilogi “makrifat cinta” itu berhasil membawa dunianya yang
sederhana ke dalam porsi religi yang banyak menarik minat pembaca.
Lain halnya ketika aku melahap habis tetralogi “laskar
pelangi” milik bang Andrea Hirata. Aku sempat terbuai oleh prosa indah namun
sarat ilmiah. Aku menemukan ribuan istilah Biologi dalam novelnya yang berjudul
Laskar Pelangi. Hingga kekuatan kata-kata ilmiah itu juga berhasil ku temukan
dalam novel lainnya, Edensor, Maryamah Karpov, dan Sang Pemimpi. Kata-kata yang
serasa menyerupai “grafik seismograf” itu selalu membuat pembaca semakin
penasaran. Terkadang kata-katanya membuncah-buncah seperti serasa akan terjadi
gempa saja, namun terkadang kata-kata di dalamnya ringan, lurus, dan menurut.
Bagaimana pula ketika kalian membaca karya-karya milik seorang
novelis kenamaan yang sudah merambah kelas dunia? “Habiburrahman El- Shirazy”
atau lebih akrab dipanggil kang Abik. Ya, karyanya tidak pernah surut peminat. Novelnya
tidak pernah miskin esensi. Bahkan seakan kita terbawa dunia karyanya yang
sarat akan kehidupan religius. Lagi-lagi kekuatan kata membuat kita merasa
menjadi “aktor” di dalamnya, hingga suatu ketika kita dapat larut dalam alur
cerita yang disumbangkan oleh sang novelis kenamaan tersebut.
Ya, itulah sebagian kekuatan kata-kata yang sedikit
banyaknya ku temukan dalam mahakarya seorang penulis. Namun bukan itu, kekuatan
kata-kata tidak hanya ditemukan dalam novel-novel kenamaan saja, karena
sesungguhnya kata-kata yang kita ucapkan juga memiliki sebuah kekuatan
spiritual bagi mereka dan bagi kita sendiri tentunya. Kata-kata penyemangat,
motivasi, nasihat, pelajaran, dan sejenisnya akan menjadikan sebuah “ibrah”
tersendiri bagi sang penerimanya. Sebaliknya cacian, hinaan, bahkan kata-kata
kotor juga sangat kuat daya tariknya untuk membuat sang penerimanya bersikap frontal
dengan ucapan tersebut.
Jadi dengan adanya “kekuatan kata-kata” hendaklah kita lebih
berhati-hati dalam berucap, karena sesungguhnya setiap perkataan itu adalah do’a.
Andai saja kita belum mampu memilah apakah kata-kata kita nantinya memiliki faedah
atau bahkan membuat cela, alangkah baiknya kita diam.
“Barang
siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata
baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat,
maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada
Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim).
*semangat ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar