Nyala sebuah api terkadang menerangi ruang dan membuat banyak benda terlihat karenanya, namun suatu ketika dapat menularkan panas bahkan dapat menyebabkan sebuah musibah. Tidak pandang apakah itu kayu jati yang berbentuk ukiran etnik modern atau ranting pohon yang berserakan di tanah, api akan melalapnya hingga hanya tersisa bentukan-bentukan hangus tanpa estetika lagi. Bukan hanya itu, melalui api, sebuah bangunan yang teramat besar dapat musnah seketika dilalap oleh sang jago merah itu. Begitulah terkadang kita menganggap sebuah api dari sudut kacamata kiri kita. Namun apakah api demikian tak bergunanya? demikian inferiorkah ia hingga tiada nilai guna darinya?. Tentu saja tidak, api banyak diperlukan dalam kegiatan industri, rumah tangga, dan kegiatan penting lainnya.
Tidak jauh beda dengan api, hujan pun demikian. Benda yang satu ini sangat dibutuhkan kehadirannya saat musim kemarau tiba demi basahnya lahan yang mulai mengering sempurna. Bukan hanya lahan, hujan diharapkan dengan sangat untuk dapat hadir di tengah himpunan manusia untuk tetap melangsungkan aktivitas mereka. Namun suatu ketika, Hujan yang beruntun membuat pemukiman penduduk mengalami kebanjiran. Demikianlah sebuah humaniora hujan, agaknya hukum keseimbangan berlaku untuk benda yang satu ini.
Tulisan kali ini tidak akan membahas panjang lebar tentang definisi api dan hujan secara ilmiah. Namun saya hanya akan meng "qiyas" kan keduanya dengan sebuah problema dalam hidup ini. Saya bahkan anda semua percaya bahwa hadirnya hujan selalu membuat api padam. Tidak pandang apakah itu hujan deras ataupun gerimis semata. begitu pula dengan hadirnya seseorang dalam hidup kita. Terkadang tanpa kita sadari hadirnya membuat seseorang yang lain hilang dalam benak kita, bahkan tiada terasa kita tak mengenalnya lagi.
Bagaimana jika orang yang hadir saat ini merupakan sosok yang kita cinta, dan api yang padam itu berusaha mendekati kita? bukankah hujan itu telah mengusik api? mengusik cinta dalam hatinya, mengusik asa dalam dirinya, dan mengusik hak asasi yang dimilikinya untuk bebas dekat dengan siapa saja.
Kali ini saya hanya ingin berasumsi bahwa janganlah mencinta hujan terlampau jauh, karena kita akan tenggelam karenanya. Jangan pula kita membenci api terlampau dalam, karena sebuah disequilibrium akan datang melanda.
Tidak jauh beda dengan api, hujan pun demikian. Benda yang satu ini sangat dibutuhkan kehadirannya saat musim kemarau tiba demi basahnya lahan yang mulai mengering sempurna. Bukan hanya lahan, hujan diharapkan dengan sangat untuk dapat hadir di tengah himpunan manusia untuk tetap melangsungkan aktivitas mereka. Namun suatu ketika, Hujan yang beruntun membuat pemukiman penduduk mengalami kebanjiran. Demikianlah sebuah humaniora hujan, agaknya hukum keseimbangan berlaku untuk benda yang satu ini.
Tulisan kali ini tidak akan membahas panjang lebar tentang definisi api dan hujan secara ilmiah. Namun saya hanya akan meng "qiyas" kan keduanya dengan sebuah problema dalam hidup ini. Saya bahkan anda semua percaya bahwa hadirnya hujan selalu membuat api padam. Tidak pandang apakah itu hujan deras ataupun gerimis semata. begitu pula dengan hadirnya seseorang dalam hidup kita. Terkadang tanpa kita sadari hadirnya membuat seseorang yang lain hilang dalam benak kita, bahkan tiada terasa kita tak mengenalnya lagi.
Bagaimana jika orang yang hadir saat ini merupakan sosok yang kita cinta, dan api yang padam itu berusaha mendekati kita? bukankah hujan itu telah mengusik api? mengusik cinta dalam hatinya, mengusik asa dalam dirinya, dan mengusik hak asasi yang dimilikinya untuk bebas dekat dengan siapa saja.
Kali ini saya hanya ingin berasumsi bahwa janganlah mencinta hujan terlampau jauh, karena kita akan tenggelam karenanya. Jangan pula kita membenci api terlampau dalam, karena sebuah disequilibrium akan datang melanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar