“berzikirlah untuk mengagumi pesona dunia, dan
berzikirlahlah lebih kuat lagi untuk memuji sang arsitek dunia dan seisinya
ini” (Mustofa, 2012)
Hidup
di dunia tidak lain hanyalah perumpamaan seseorang yang meneguk segelas air di
rumah saudagar kaya hingga ia harus melanjutkan perjalanan kembali. Begitulah
hidup sebenarnya, kita begitu terpedaya dengan kekayaan saudagar tempat kita
meminta minum yang sebenarnya dapat dianalogikan dengan dunia dan seisinya.
Harus diakui bahwa saudagar itu memang kaya dengan kesan fisik yang diberikan,
namun apakah orang tersebut tahu bahwa tujuan sesungguhnya adalah saudagar yang
jauh lebih kaya, bahkan tiada yang menandingi. Kembali menganalogikan dengan
kiasan yang jauh lebih sederhana, bahwa tujuan utama kehidupan ini adalah alam
akhirat, yang sebenarnya jauh lebih indah dari pesona dunia ini.
Dunia
dan keduniaannya, dunia dan bentukan fisiknya, dunia dan pesona makhluknya,
dunia dan seni abiotiknya serta dunia dan kekaguman sesaatnya. Semua itu
terkadang membutakan mata kita. masalah duniawi terkadang menjadi begitu
booming bahkan mengalahkan keberadaan agama. Bentukan lahan yang memiliki
berjuta pesona terkadang membuat kita memaksakan diri untuk cinta dunia dengan
berlebih-lebihan. seni antropologi membuat mata enggan berkedip, bahkan membuat
lupa segalanya. Pesona wanita-wanita era global semakin membuat kaum adam
mengakui bahwa mereka benar-benar surga dunia, begitu pula sebaliknya.
Ternyata
sebagian insan manusia merasa bahwa dunia adalah kehidupan kekal dan kehidupan
yang sebenarnya. Kembali beranalogi kawan, Apakah seseorang yang meminta minum
tadi akan berdecak kagum dengan kekayaan saudagar itu? Pasti, ia akan berdecak,
bahkan berupaya untuk memiliki hal yang sama. Begitu pula kita, kita dengan segala
kesadaran ataupun ketidak sadaran diri, pasti akan berdecak kagum dan mengakui
pesona dunia dan seisinya ini. Orang tersebut, ya, ia akan tetap sadar diri
bahwa semua kekagumannya itu bukan haknya, ia hanya berhak minum dan kembali
melanjutkan perjalanan hingga ke tujuan.
Sahabat,
tujuan hidup ini adalah akhirat. Melalui dunia inilah kita diberi kesempatan
untuk berladang amal dan memanennya nanti saat di akhirat. Faktanya, Bercocok
tanam di ladang tidak sepenuhnya berhasil. Terkadang hama dan penyakit tanaman
datang mengganggu hingga tanaman kita rusak dan kemudian mati, akibatnya kita
tidak dapat memanennya. Begitu pula dengan seni kehidupan. godaan bertubi-tubi
akan datang hingga kita merasa benar-benar lemah dan tidak tahan lagi dengan
iman kita.
Selain
itu, apa yang kita panen sangat bergantung pada tanaman apa yang kita tanam.
Jika kita menanam singkong, tentu kita nantinya pasti memanen singkong. Jika
bunga mawar yang kita semai, maka kita akan menikmati keharuman bunga mawar
saat memanen bunganya. Apa yang kita lakukan akan berimbas pada hasilnya.
Ibadah, muamalah, syariat, dan berbagai bentuk kebaikan lainnya akan berbanding
lurus dengan pahala dan ganjaran kita nantinya.
Begitulah
arti hidup secara sederhana kawan. Mungkin etimologisku tak sesempurna para
antropologis sastra dalam memaknai dan mendefinisikan arti kehidupan ini, namun
dengan yang kecil ini semoga dapat membantu anda menyelesaikan problema hidup
dan menemukan jalan keluar. Ingat, keindahan dunia hanya sementara namun dengan
secuil keindahan itu hendaknya semakin membuat kita lebih dekat dengan sang
Ilahi. Barakallah.
Bogor, 11 Mei 2012
Ikrom Mustofa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar